NIAS BARU

Nias Bangkit, Nias Berjuang, Nias Bertindak, Nias Sejahtera!

  • October 2010
    M T W T F S S
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    25262728293031
  • Ya’ahowu Banuada

    Salam dari saya, Marinus Waruwu. Weblog "Nias Baru: Ya`ahowu Tano Niha" ini kita jadikan wahana bertukar pikir serta mengerti lebih dalam "berita aktualita Nias". Partisipasi masyarakat Nias sangat diharapkan. Ya'ahowu. Nias berjuang, Nias Nias bertindak, Nias Sejahtera, Nias maju. Semoga!
  • Pages

  • Marinus W. : Abad-21, Kematian Modernitas dan Kebangkitan Agama-agama

    Abad-21 identik dengan bangkitnya agama-agama. Kebangkitan Agama-agama bukan dikarenakan modernitas tidak mampu lagi menjawab segala tuntutan hidup manusia. tapi karena modernitas tidak menyentuh inner/hati manusia yang bersifat rohani yang merupakan inti dari kemanusiaan itu sendiri. artinya modernitas hanya terbatas pada materi, kenikamatan hidup, sementara bagian dalam manusia tidak tersentuh sehingga manusia mengalami kekosongan rohani. akibatnya, hidup manusia selalu identik dengan kegelisahan, kekacauan, dan rasa ketidakbermaknaan hidup. mungkin saja karena modernitas hanya bergulat dengan sisi luarnya saja. artinya yang fisikal semata. sedangkan inti dalamnya terabaikan. akibatnya, Agama adalah pelabuhan terakhir hidup manusia. sebab sisi dalam hidup manusia, hanya agama yang bisa memasukinya. sayang, kebangkitan agama-agama bagai pisau bermata dua. di satu sisi, agama dapat mengkonstruksi kembali hidup manusia yang sudah hancur karena kegelisahan. di sisi lain, agama justru menjadi sebab terjadinya krisis sosial akhir-akhir ini. triumfalisme atau rasa benar sendiri agama-agama tertentu mengakibatkan munculnya fundamentalime yang berujung pada kekerasan, penganiayaan, kefanatikkan, rasa saling curiga dan saling tidak percaya antar komunitas sosial. dan ujungnya juga adalah kekerasan terhadap kemanusiaan. lalu setelah modernitas dan agama ternyata sama-sama penyebab krisis dalam hidup manusia, kemanakah nantinya manusia berlabuh. adakah paham selain itu, apakah ateis.
  • Nias bangkit, Nias berjuang, Nias sejahtera, Nias sejahtera!

    Bukanlah slogan kosong untuk masyarakat nias. Tapi slogan nias bangkit, berjuang, bertindak, sejahtera adalah slogan yang punya makna. makna apa? makna kebangkitan masyarakat nias dari ketertinggalan dan keterpurukannya terutama dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan segala bidang lainnya. Caranya adalah melalui modernisasi pendidikan. Pendidikan adalah salah satu cara terbaik untuk membawa nias ke arah kemajuan. Bila masyarakat punya pola pikir maju dan punya visi dan misi ke depan bukan tidak mungkin masyarakat kita nias dalam 10 tahun ke depan akan sejajar dengan daerah-daerah lain yang telah mencicipi kemajuan.
  • Asking Pardon and Forgiving Offenses:

    You should either avoid quarrels altogether or else put an end to them as quickly as possible; otherwise, anger may grow into hatred, making a plant out of a splinter, and turn the soul into a murderer. For so you read: “ Everyone who hates his brother is a murderer “ (I Yoh 3:15) Whoever has injured another by open insult, or by abusive or oven incriminating language, must remember to repair the injury as quickly as possible by an apology, and he who suffered the injury must also forgive, without further wrangling. But if they have offended one another, they must forgive one another`s trespasses for the sake of your prayers which should be recited with greater sincerity each time you repeat them. Although a brother is often tempted to anger, yet prompt to ask pardon from one he admits to having offended, such a one is better than another who, though less given to anger, finds it too hard to ask forgiveness. But a brother who is never willing to ask pardon, or does not do so from his heart, has no reason to be in the community, even if he is not expelled. You must then avoid being too harsh in your words, and should they escape your lips, let those same lips not be ashamed to heal the wounds they have caused. Thank You!
  • Tulisan Teratas

  • Meta

An Education In Posmodernism Era

Posted by niasbaru on October 8, 2010

Marinus Waruwu

Revolusi pemikiran

Revolusi pemikiran yang terjadi dari jaman ke jaman tak terhindarkan. Perubahan paling signifikan adalah menyangkut perubahan pola pikir dalam ranah filsafat, seni, kebudayaan, dan sebagainya. Tentu saja perubahan ini memiliki efek penting terutama dalam pola pikir manusia di setiap jamannya. Misalnya dalam ranah filsafat. Pemikiran filsafat terutama dimotori oleh filsuf-filsuf kondang Yunani seperti Sokrates, Plato, Aristoteles, dan sebagainya. Merekalah peletak dasar peradaban dunia modern. Kemudian berkembang di jaman patrististik (St. Agustinus, dan lain-lain), jaman skolastikat (St. Thomas Aquinas, dan lain-lain), jaman renaissance, jaman pencerahan, jaman modern terutama dalam diri Rene Descartes, dan terakhir adalah jaman posmodernisme.

Kini kita hidup di jaman posmodernisme. Kita tidak merasakan perubahan pola pikir ini. Seolah-olah bahwa kita masih hidup dalam era pemikiran modern. Padahal tidak! Kita sudah beralih ke era posmodernisme. Sebuah aliran besar pasca modernitas. Sayang bahwa kaum awam memang kurang menyadari tentang hal ini. Memang untuk dunia akademik terutama yang berafiliasi dengan pemikiran-pemikiran filsafat bukan hal asing perubahan pola pikir ini bagi mereka.

Posmodernisme merupakan counter terhadap modernisme. Pemikiran-pemikiran modern diwarnai oleh adanya kebenaran mutlak, yakni pandangan subjek dan objek yang sangat kental, manusia cenderung dijadikan sebagai objek terutama mesin, sains adalah kebenaran tertinggi, materialisme sebagai alternative hidup, militerisme, tribalisme yakni mentalitas yang mengunggulkan suku. Ideologi kemoderenan ini dicounter oleh posmodernisme dengan memunculkan berbagai gagasan-gagasan baru yakni kembalinya pemikiran mistik atau pemikirian pra-modern (F. Capra), dekonstruksi, yakni membongkar segala unsur penting dalam dunia seperti pandangan tentang self, God, meaning, dan world ect, (Derrida, Foucault, Lyortard), adanya gambaran dunia yang sangat pluralistik, dan mungkin ini juga terpengaruh terhadap berbagai norma hidup manusia. Karena itu, pentinglah sebuah dialog baru bagi kaum posmo (I. Bambang Sugiharto: 1996)

Pengaruhnya dalam dunia pendidikan

Lalu apa pengaruh pemikiran posmodernisme tersebut terhadap dunia pendidikan serta pengaruhnya terhadap cara seorang pendidik dalam mendidik para siswa, mahasiswa, dan sebagainya?
Pengaruh posmodernisme dalam dunia pendidikan dewasa ini tampak dalam cara pandang perilaku para pelaku pendidikan. Pelaku pendidikan yang dimaksud adalah para pendidik atau guru dan para siswa atau mahasiswa.

Sikap dan perilaku posmo para siswa dan para pendidik dapat kita lihat dalam beberapa hal berikut.
Pertama, ketiadaan kebenaran mutlak. Kebenaran mutlak adalah relatif. Misalnya, aturan sekolah yang berbunyi bahwa “sebelum dimulainya proses belajar, setiap siswa diharuskan untuk berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing”. Masalahnya, seringkali aturan seperti ini kurang terealisasikan dalam hidup praksis para siswa. Ketika diberi waktu untuk berdoa justru dimanfaatkan untuk bermain-main, ketawa-ketawa, dan sebagainya. Penyebab dari sikap demikian tak lain karena para siswa tidak memiliki kebenaran mutlak, misalnya ajaran-ajaran agama yang menjadi pedoman dalam hidup. Bagi mereka, hidup beragama adalah urusan masing-masing orang. Orang lain, misalnya guru tidak bisa memaksa saya untuk berdoa dan mengikuti kebenaran atau ajaran agama yang diyakininya
Kedua, menolak cara-cara militerisme. Di jaman dahulu, ketika seorang guru menampar seorang murid karena melakukan kesalahan, tidaklah bermasalah. Malah itu dianggap lumrah, mulia. Tujuannya tak lain untuk membangun kedisplinan dan kesadaran seorang siswa. Masalahnya, tindakan guru tersebut tidak mendidik dan tentu saja berpengaruh terhadap psikologis siswa tersebut di kemudian hari. Ini adalah sebuah kekerasan. Tidak mendidik. Tidak mendidik karena guru hanya menegakkan kebenarannya sendiri, misalnya aturan sekolah tanpa melakukan pendekatan yang lebih humanis terhadap peserta didik. Maka, tindakan ini pun sangat ditolak oleh para peserta didik posmo.
Peserta didik posmo tidak menginginkan seorang pendidik yang galak, suka marah-marah, sensitif, melakukan kekerasan terhadap peserta didik baik fisik maupun psikis. Pendidik yang dinginkan para peserta didik posmo adalah seorang yang ramah, menjunjung tinggi sopan santun, tidak galak, tidak cepat main tangan seperti cara-cara militer, dan dekat dengan peserta didik.

Ketiga, dialog konstruktif. Dialog konstruktif antara pendidik dan peserta didik sangatlah penting. Namun hal ini hanya bisa terwujud jika pendidik mempunyai inisiatif untuk menciptakan situasi “dialog konstruktif” antara peserta didik atau antara pendidik dan peserta didik di kelas. Misalnya membahas sebuah masalah beserta pemecahannya dalam diskusi-diskusi kelompok. Saya mengalami hal serupa ketika mengajar di salah satu sekolah favorit di kota Bandung. Bahwa sebagian besar peserta didik sangat tidak menginginkan jika hanya para guru yang aktif di kelas. Sebaliknya, mereka juga ingin diskusi atau tukar pikiran dengan teman-teman lainnya.

Keempat, komunikasi. Komunikasi sangatlah penting. Jika tidak pernah terjadi komunikasi antara seorang pendidik dan peserta didik, maka hal itu akan menyebabkan rasa saling curiga, rasa tidak percaya di antara kedua belah pihak. Guru atau pendidik pada dasarnya harus membangun komunikasi yang sehat dengan para siswanya. Misalnya, menyapa, mengajak diskusi. Dan memang para siswa tidak ingin jika mereka memiliki guru atau pendidik yang bersikap cuek, tak tahu menahu. Mereka ingin seorang pendidik yang komunikatif. Sikap komunikatif seorang guru akan membuat dia dihargai oleh para peserta didiknya.

Singkatnya, kendati sebagian besar dari kita belum menyadari bahwa kita telah berada di era posmodernisme, namun sikap dan perilaku kita berciri, dan bercorak perilaku posmo. Sikap dan perilaku demikian tampak dalam berbagai tuntutan-tuntutan hidup dalam dunia pendidikan dewasa ini. Misalnya, bagaimana menjadi seorang “pendidik yang ideal” di mata para peserta didik dan masyarakat, dan sebagainya. Keempat hal tersebut di atas merupakan pengaruh langsung pemikiran-pemikiran posmodernisme dalam dunia pendidikan. Maka, kita seharusnya bangga jika disebut sebagai pendidik posmo dan peserta didik posmo. Karena di dalamnya keterbukaan, demokrasi, kebebasan berpendapat dan berekspresi dijamin. Itulah ciri-ciri manusia-manusia posmo jaman kiwari. Semoga!

Penulis, Penikmat buku-buku politik, agama, filsafat, pendidikan, dsb, menghabiskan masa kecil di Nias, masa remaja di Bandung dan dewasa di kota yang sama, menjadi kakek-kakek di kota yang berbeda….

 

Leave a comment