NIAS BARU

Nias Bangkit, Nias Berjuang, Nias Bertindak, Nias Sejahtera!

  • March 2008
    M T W T F S S
     12
    3456789
    10111213141516
    17181920212223
    24252627282930
    31  
  • Ya’ahowu Banuada

    Salam dari saya, Marinus Waruwu. Weblog "Nias Baru: Ya`ahowu Tano Niha" ini kita jadikan wahana bertukar pikir serta mengerti lebih dalam "berita aktualita Nias". Partisipasi masyarakat Nias sangat diharapkan. Ya'ahowu. Nias berjuang, Nias Nias bertindak, Nias Sejahtera, Nias maju. Semoga!
  • Pages

  • Marinus W. : Abad-21, Kematian Modernitas dan Kebangkitan Agama-agama

    Abad-21 identik dengan bangkitnya agama-agama. Kebangkitan Agama-agama bukan dikarenakan modernitas tidak mampu lagi menjawab segala tuntutan hidup manusia. tapi karena modernitas tidak menyentuh inner/hati manusia yang bersifat rohani yang merupakan inti dari kemanusiaan itu sendiri. artinya modernitas hanya terbatas pada materi, kenikamatan hidup, sementara bagian dalam manusia tidak tersentuh sehingga manusia mengalami kekosongan rohani. akibatnya, hidup manusia selalu identik dengan kegelisahan, kekacauan, dan rasa ketidakbermaknaan hidup. mungkin saja karena modernitas hanya bergulat dengan sisi luarnya saja. artinya yang fisikal semata. sedangkan inti dalamnya terabaikan. akibatnya, Agama adalah pelabuhan terakhir hidup manusia. sebab sisi dalam hidup manusia, hanya agama yang bisa memasukinya. sayang, kebangkitan agama-agama bagai pisau bermata dua. di satu sisi, agama dapat mengkonstruksi kembali hidup manusia yang sudah hancur karena kegelisahan. di sisi lain, agama justru menjadi sebab terjadinya krisis sosial akhir-akhir ini. triumfalisme atau rasa benar sendiri agama-agama tertentu mengakibatkan munculnya fundamentalime yang berujung pada kekerasan, penganiayaan, kefanatikkan, rasa saling curiga dan saling tidak percaya antar komunitas sosial. dan ujungnya juga adalah kekerasan terhadap kemanusiaan. lalu setelah modernitas dan agama ternyata sama-sama penyebab krisis dalam hidup manusia, kemanakah nantinya manusia berlabuh. adakah paham selain itu, apakah ateis.
  • Nias bangkit, Nias berjuang, Nias sejahtera, Nias sejahtera!

    Bukanlah slogan kosong untuk masyarakat nias. Tapi slogan nias bangkit, berjuang, bertindak, sejahtera adalah slogan yang punya makna. makna apa? makna kebangkitan masyarakat nias dari ketertinggalan dan keterpurukannya terutama dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan segala bidang lainnya. Caranya adalah melalui modernisasi pendidikan. Pendidikan adalah salah satu cara terbaik untuk membawa nias ke arah kemajuan. Bila masyarakat punya pola pikir maju dan punya visi dan misi ke depan bukan tidak mungkin masyarakat kita nias dalam 10 tahun ke depan akan sejajar dengan daerah-daerah lain yang telah mencicipi kemajuan.
  • Asking Pardon and Forgiving Offenses:

    You should either avoid quarrels altogether or else put an end to them as quickly as possible; otherwise, anger may grow into hatred, making a plant out of a splinter, and turn the soul into a murderer. For so you read: “ Everyone who hates his brother is a murderer “ (I Yoh 3:15) Whoever has injured another by open insult, or by abusive or oven incriminating language, must remember to repair the injury as quickly as possible by an apology, and he who suffered the injury must also forgive, without further wrangling. But if they have offended one another, they must forgive one another`s trespasses for the sake of your prayers which should be recited with greater sincerity each time you repeat them. Although a brother is often tempted to anger, yet prompt to ask pardon from one he admits to having offended, such a one is better than another who, though less given to anger, finds it too hard to ask forgiveness. But a brother who is never willing to ask pardon, or does not do so from his heart, has no reason to be in the community, even if he is not expelled. You must then avoid being too harsh in your words, and should they escape your lips, let those same lips not be ashamed to heal the wounds they have caused. Thank You!
  • Tulisan Teratas

  • Meta

Hidup Berkomunitas!

Posted by niasbaru on March 14, 2008

 Marinus W.         

Istilah komunitas merupakan istilah yang abstrak, umum. Komunitas tidak terbatas pada hal-hal tertentu. Tapi arti, dan kaitannya luas. Istilah ini tidak hanya diterapkan untuk sekelompok manusia yang hidup, saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Namun, istilah ini juga dapat diterapkan untuk menyebut kelompok hewan, atau tumbuhan sekalipun. Maka dalam interaksi manusia ada yang namanya komunitas religius (kaum biarawan), komunitas preman, atau komunitas politikus (para pemegang kekuasaan). Sedangkan untuk hewan ada komunitas semut, komunitas kuda, komunitas babi, kera, ayam, bahkan komunitas semut, dan sebagainya. Jadi terlihat sekali bahwa komunitas berlaku untuk apa saja baik dalam ruang lingkup manusia, hewan maupun tetumbuhan. Namun dalam tulisan sederhana, singkat ini, yang menjadi pokok bahasan utama adalah komunitas religius terutama kaum berjubah.             Memang setiap Imam Diosesan, Ordo, konggregasi, dan lain-lain punya orientasi yang saling berbeda antara satu dengan lainnya dalam menjalani hidup panggilannya. Ordo Salib Suci misalnya. Para konfrater Salib Suci, yang menjadi orientasi dalam hidup mereka adalah hidup bersama dalam komunitas. Sedangkan para Imam-imam projo yang ditekankan adalah karya, dan begitu juga para Frasiskan yang menjadi hal utama dalam hidup mereka adalah kemiskinan. Kendati berbeda antara satu dengan yang lainnya, hidup bersama tetaplah menjadi perhatian kaum religius, kaum berjubah. Perbedaannya hanyalah soal penekanan dalam hidup sehari-hari.                      

 Bagi seorang religius dalam hal ini kaum berjubah, hidup bersama dalam komunitas bukanlah hal baru, asing. Sejak mencakokkan diri menjadi anggota dalam suatu Ordo, Konggregasi, Diosesan, ia akan selalu mengalami, menjalani yang namanya “hidup komunitas”. Dan ini adalah pilihan bebas pribadi tertentu untuk hidup bersama dengan para saudara yang lainnya. Segala konsekuensi dari hidup hidup bersama harus diikuti, ditaati. Entah aturan-aturan, atau berbagai kebijakan bersama yang berlaku dalam hidup bersama. Karena itu, ketika sesorang akan memutuskan ikut bergabung dengan komunitas terdahulu, terlebih dahulu harus dipikirkan, direfleksikan dengan matang dibawah bimbingan Roh Allah yang menyala-nyala.                       

Berkomunitas ala kaum berjubah sangatlah berbeda dengan berkomunitas ala pengusaha, atau para kapitalis, bahkan preman sekalipun. Menurut Filsuf sekaligus Teolog jaman patristik St. Agustinus, yang ditekankan dalam komunitas kaum religus (berjubah) adalah adanya totalitas setiap pribadi untuk bergabung, bersatu, sehati, sejiwa dalam kehidupan bersama. Totalitas dalam arti bahwa menjadi anggota komunitas bukanlah setengah-tengah. Tapi seluruh hidup dengan segala kepunyaan diserahkan, dan digunakan untuk komunitas. Maka, di sini tidak ada milik pribadi, entah itu kekayaan dalam bentuk uang, atau emas. Yang ada hanyalah milik bersama. Dan berguna untuk kepentingan bersama. Pendapat St. Agustinus ini akan sangat berbeda sekali jika dihadapkan dengan komunitas para pengusaha atau kapitalis. Rivalitas, persaingan antara sesama anggota biasanya selalu mewarnai kehidupan komunitas ini. Sehingga unsur pengabdian dan kerendahan hati di dalamnya tidak ada.            

Selain itu, totalitas juga menyangkut keterbukaan, menerima yang lain, dan komitmen terhadap panggilan sebagai seorang religius. Terbuka dalam arti jujur kepada yang lain. Karena itu, tidak ada yang harus ditutup-tutupi. Menerima yang lain berarti siap menerima anggota komunitas yang lain entah bodoh atau pintar, menyenangkan atau tidak menyenangkan, dan mampu menerima juga segala kelebihan dan kekurangan sesama anggota komunitas demi terbangunnya suatu komunitas yang harmonis, dan sesuai nilai-nilai injili. Selain itu adalah komitmen terhadap panggilan. Komitmen terhadap panggilan akan sangat teruji ketika dihadapkan dalam suatu masalah, entah itu yang menyangkut pribadi atau hidup bersama. Karena itu, sikap totalitas dalam menjalani panggilan akan tampak. Apakah mudah menyerah atau tetap maju, berjuang bersama saudara yang lain dalam mewujudkan panggilan Tuhan.           

 Karena itu, hidup bersama  dalam komunitas bisa diidentikan atau diandaikan dengan hidup sepasang suami istri yang membangun rumah tangga. Di mana sikap dan tindakan yang menjadi orientasi dalam hubungan mereka adalah totalitas diantara mereka berdua. Keduanya menjadi satu tubuh, satu tujuan, dan satu arah. Milik pribadi tidak ada, tapi dimiliki secara bersama-sama, keterbukaan, dan saling menerima kelebihan serta kekurangan satu sama lain adalah mutlak ada. Dan tujuannya hanya satu yaitu membangun keharmonisan dalam keluarga. Sebab itu, nilai-nilai yang ada dalam keluarga seperti ini, juga patut ditumbuhkembangkan terus menerus dalam kehidupan bersama khususnya dalam hidup berkomunitas. Hidup berkomunitas akan sengat nikmat, jika ada totalitas dalam diri kita. Amin! 

Marinus W.                                                                                                 

2 Responses to “Hidup Berkomunitas!”

  1. language image: “kommunie=comunitas=community=communisme dan
    sebagainya”.

    Tulisan anda sangat bagus, dan saya tertarik karena kata “KOMUNITAS”
    anda pilih sebagai kata kunci. Saya menanggapi bahwa pola kehidupan pada
    dasarnya “Community ideal” sesuai dengan ref dari bible “Lihat Proses
    Penciptaan”.

    Hidup bersama dalam sepenanggungan sudah teruji bertahun-tahun, namun
    tidak sedikit tantangan yang terjadi: Saya hanya ambil Ref Bible saja.
    Pengkhianatan terhadap cara hidup berlelompok “Community Ideal pertama
    sekali terjadi etika HABEL & KAIN BERSETERU”. Beberapa kejadian
    berikutnya sampai sekarang didasari pada “IRI HATI, KETIDAK ADILAN, dan
    NAFSU INGIN BERKUASA”.

    Ketika Liberalisme bertumbuh dianggap sebagai jawaban, namun kaum
    sosialis tidaklah demikian, mereka selalu ingin hidup sepenanggungan dalam
    kelompok yang disebut KAUM KOMUNISME”. (BUKAN KOMUNISME DALAM ARTI
    SEMPIT YANG DISAMAKAN DENGAN KAUM PARTAI KOMUNIS INDONESIA), Namun KAUM
    KOMUNISME (Penganut Hidup berkomunity) selalu ingin hidup bahagia secara
    merata dan sama-sama memiliki peluang untuk kaya dan sebaliknya untuk
    miskin. Makanan dan minuman, baik enak maupun pahit selalu dirasakan
    bersama. Uangmu adalah uangku, mereka ingin kompak dalam kelompok yang
    sangat solidaritas tinggi.

    Nah, masalahnya sekarang bagaimana cara hidup yang menjunjung tinggi
    etika hidup berkomunitas yang baik, tentu ribuan pasal dan ayat2 yang
    mengaturnya dalam tatanan kehidupan kita sehari-hari.

    Kesimpulan sementara adalah bagaimana mengendalikan diri agar tidak
    menyenggol kepentingan orang lain yg hakiki dalam ruang komunitas yang
    solid.
    Kalau melihat realita kehidupan kita sekarang, sudah disusupi oleh
    kepentingan priadi yang sangat dominan. Tentu cara hidup berkomunitas
    sangat sulit sekali diwujudkan.

    Lihat perjuangan kita selama ini, menyatukan kelompok masyarakat yg
    dipicu dari latar belakang marga, kedaerahan, atau solidaritas karena
    merasa tertindas, itupun hanya bayang-bayang semu. Dipermukaan okay, namun
    setelah berjalan, maka ada naluri untuk berpisah, untuk saling
    menyakiti dan tidak lagi “community ideal” karena berbagai faktor.

    Kaum Penyanjung Community Ideal, tertinggal sekarang karena menganggap
    bahwa ‘urusanmu bukan urusanku”. Hanya beberapa gereja kharisatik yang
    berjuang untuk bertahan dengan sebutan misalnya “FAMILY ALTAR”
    “KELOMPOK SEL” ATAU KPA (KELOMPOK PERSEKUTUA DOA) dan lain-lain. Gerakannya
    didasarkan pada Firman Tuhan untuk saling melayani satu sama lain. Saling
    tolong menolong “Bertlong-tolonglah menanggung bebanmu! Demikian kamu
    memenuhi hukum Krisus” Galatia 6:2.

    Thank You,
    Best Reards,
    Mustika Ranto Gulo
    08557878556

  2. Marinus W. said

    Yaahowu!

    Salam kenal, Salam kasih Pak KETUM Pilar Nias Barat. Terima Kasih Bapak telah berkenan mampir, dan memberika komentar di gubuk kita yang kecil ini. Teruskan diskusinya Pak

    Salam
    Bandung-Mandrehe

Leave a comment